1.
PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH
Berbagai macam kata asuransi dari berbagai Negara seperti:
a)
Dari bahasa Belanda, yaitu “assurantie”, dan dalam hukum Belanda dipakai kata “verzekering”. Kata ini diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia berarti “pertanggungan”.
b)
Dalam bahasa Italia, yaitu “insurensi” yang berarti pertanggungan.
c)
Dalam bahasa Inggris, yaitu “assurance” yang berarti jaminan.
d)
Dari segi bahasa, asuransi menurut Wirjono
berarti persetujuan pihak
e)
Dalam Islam Asuransi adalah sebagai suatu
permasalahan yang bersifat kontemporer.
Ditemukan tiga istilah yang dipergunakan oleh para ulama, yaitu at-ta’min, at-takaful dan at-tadhamun.
f)
At-ta’min
diambil dari kata ”ammana” yang
memiliki arti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari
rasa takut.
g)
Dalam Ensiklopedia
Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (at-ta’min)
adalah transaksi perjanjian antara dua pihak.
h)
Menurut Fathurrahman Djamil, asuransi adalah
suatu persetujuan di mana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang
tertanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan
diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat suatu peristiwa yang belum
terang akan terjadi.
i)
Menurut Ahmad Azhar Basyir, asuransi adalah
suatu perjanjian di mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena
kerugian-kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang
mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwayang tak tertentu.
j)
Menurut Abdul Mannan, hakikat asuransi terletak
pada dihilangkannya risiko kerugian yang tak tentu bagi gabungan sejumlah orang
dengan membayar premi kepada suatu perusahaan.
2.
SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH
Munculnya asuransi syariah (takaful) di dunia Islam
didasarkan adanya anggapan yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini,
yaitu asuransi konvensional, banyak mengandung unsur gharar, maisir dan riba dalam operasionalnya.
Unsur gharar
dalam asuransi konvensional terletak pada ketidakpastian tentang hak pemegang
polisdan sumber dana yang dipakai untuk menutup klaim.
Unsur maisir
terletak pada kemungkinan adanya pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang
lain.
Sedangkan unsur riba
terletak pada perolehan pendapat dari membungakan uang.
Dalam islam memandang bahwa transaksi dalam asuransi
konvensional termasuk transaksi yang diharamkan berdasarkan syara’.
Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk
asuransi yang bisa terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam itu.
Berdasarkan hasil analisa terhadap hukum (syari’at)
Islam, ternyata dalam Islam pun termuat
substansi perasuransian.
Pada dekade tahun 70-an, di beberapa Negara Islam atau
di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi
yang prinsip operasionalnya mengacu pada nilai-nilai Islam dan terhidar dari
unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979 berdiri asuransi syariah di Sudan dan
di Arab Saudi
Pada tahun 1983 berdiri di Genewa, Luxumburg, Bahamas
dan di Bahrain
Pada tahun 1984 berdiri di Malaysia
Dan di Indonesia sendiri berdiri pada tahun 1994
bernama PT. Asuransi Takaful
3.
PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan Asuransi Sangatlah mulia karena bertujuan untuk
tolong-menolong dalam kebaikan.
Dari permasalahan instrument pendukung inilah para
ulama terpola kepada dua kelompok besar.
Kelompok pertama
adalah kelompok yang mengharamkan asuransi
syariah karena beberapa hal, diantaranya :
a.
Ibnu Abidin, ulama madzhab Hanafi berpendapat
asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan
sesuatu yang tidak lazim/wajib).
b.
Muhammad Bakhit al-muthi’I (Mufti Mesir)
mengatakan bahwa akad asuransi yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya
termasuk dalam kafalah atau ta’addi/itlaf, karena al-makful bihi (uang atau barang yang
wajib diserahkan) tidak jatuh tempo diakibatkan pelunasan atau benda yang
dipertanggungkan dirinya, dan disamping itu al-makful
‘anhu (yang atasnya diserahkan uang/benda tanggungan) wajib menyerahkan
bendanya itu sendiri kepada al-makful
lahu.
c.
Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi
adalah haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba dalam pengelolaan dana
asuransi dan pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian
telah habis.
Kelompok kedua
adalah kelompok yang membolehkan keberadaan asuransi , antara lain dikemukakan
oleh Syaikh Abdurrahman Isa (Guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul
Khalaf, Prof Dr. Muhammad al-Bahi, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan
suatu bentuk muamalat islam yang baru dalam Islam dan memiliki manfaat serta
nilai positif bagi ummat selama dilandasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan
nilai-nilai Islam.
Dalam perintah ALLAH SWT untuk saling tolong-menolong
dalam bentuk al-birr wat taqwa dan
melarang dalam bentuk al-itsm wal ‘udwan.
Dalam Islam asuransi harus bertujuan tolong-menolong dalam kebaikan dan
ketaqwaan serta menjadikan semua aspek peserta sebagai keluarga besar yang
saling menanggung satu sama lain.
4.
MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang
berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu mencari ridha ALLAH untuk kebaikan
dunia dan akhirat.
Karakteristik asuransi syariah yang pertama mengandung
arti bahwa yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah
bahwa dalam asuransi syariah terdapat dua konsepsi dasar yang dipakai acuannya
diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Karakteristik asuransi syariah yang kedua adalah adanya tabungan tabarru’ (derma) yaitu tabungan kebaikan yang diinfaqkan peserta
untuk membantu peserta lain yang tertimpa musibah.
Adapun karakteristik asuransi syariah yang mencirikan
system operasionalnya sebagai berikut:
a.
MenghindarI unsur riba
b.
Menghindari unsur judi
c.
Menghindari unsur penipuan (gharar)
5.
LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Di Indonesia landasan operasional asuransi syariah
masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum
(konvensional).
Peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi
syariah pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) No. kep.
4499/LK/2000 tentang jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
6.
POLIS ASURANSI
Didalam polis memuat
a.
Nomor Polis,
b.
Nama dan alamat tertanggung
c.
Uraian risiko,
d.
Jumlah pertanggungan,
e.
Jangka waktu pertanggungan,
f.
Besar premi dan bea materai,
g.
Bahaya-bahaya yang dijaminkan,
h.
Khusus untuk polis kendaraan bermotor ditambah
dengan nomor polis, nomor rangka (chasis)
dan nomor mesin kendaraan.
Adapun fungsi
polis bagi tertanggung yaitu:
1) Sebagai
bukti tertulis atas jaminan yang diberikan penanggung jika peristiwa yang
menyebabkan kerugian yang mungkin diderita tertanggung.
2) Sebagai
bukti pembayaran premi kepada penanggung.
3) Sebagai
bukti yang kuat (otentik) untuk menuntut penanggung jika lalai atau tidak
memenuhi janjinya
Fungsi polis bagi penanggung yaitu:
1) Merupakan
bukti atau tanda terima premi asuransi dari tertanggung
2) Merupakan
bukti tertulis atas jaminan yang diberikan oleh penangggung kepada tertanggung
jika terjadi suatu peristiwa yang merugikan tertanggung
3) Merupakan
bukti yang kuat (otentik) untuk menolak klaim atas tuntutan bila terjadi suatu
peristiwa yang menyebabkan kerugian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang
tercantum di dalam polis.
7.
PENGELOLAAN PREMI ASURANSI
Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor
tertanggung kepada penanggung, dimana jika premi belum dibayar (lunas), maka
penanggung belum terikat dlaam transaksi untuk membayar ganti rugi jika timbul
risiko
Pengelolaan dana dalam asuransi syariah adalah seluruh
premi yang dibayar peserta dimasukkan ke dalam rekening “derma:, yaitu rekening
yang digunakan untuk membayar klaim kepeda peserta.
Besarnya nominal premi asuransi yang disetor bergantung
pada jenis asuransi yang dipilih. Kemudian uang angsuran premi yang disetor aka
dimasukkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk diinvestasikan pada
proyek-proyek atau pembiayaan yang sesuai syariah kemudian keuntungan yang
diperoleh akan dimasukkan kembali ke dalam “kumpulan dana peserta”. Premi
asuransi yang dibayar dimasukkan ke dalam dua rekening, yaitu rekening tabungan
dan rekening derma/tabarru’.
8.
PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI
KONVENSIONAL
Ada enam perbedaan mendasar antara asuransi syariah
dengan asuransi konvensional, yaitu :
Syariah
|
Konvensional
|
Pada asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan
investasi dana
|
Dewan ini tidak ditemukan pada asuransi
konvensional
|
Akad yang dilaksanakan berdasarkan tolong menolong
|
Berdasarkan jual-beli
|
Investasi dana berdasarkan bagi hasil (mudharabah)
|
Menggunakan bunga sebagai landasan perhitungan
investasi
|
Kepemilikan dana ada pada peserta, perusahaan hanya
sebagai pemegangn amanah untuk mengelola
|
Dana yang terkumpul dari nasabah menjadi milik
perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi
|
Dalam hal pembayaran klaim, dana diambil dari
rekening tabarru’ (dana
kebajikan)seluruh peserta. Maka sejak awal peserta sudah ikhlas dengan adanya
penyisihan dana yang akan dipakai untuk tolong-menolong jika terjadi musibah
|
Pembayaran klaim diambil dari rekening dana
perusahaan
|
Keuntungan dibagi antara
perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang
telah ditentukan
|
Seluruh keuntungan menjadi milik perusahaan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar