Kamis, 15 Mei 2014

ASURANSI SYARIAH




1.       PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH
Berbagai macam kata asuransi dari berbagai Negara seperti:
a)      Dari bahasa Belanda, yaitu “assurantie”, dan dalam hukum Belanda dipakai kata “verzekering”. Kata ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “pertanggungan”.
b)      Dalam bahasa Italia, yaitu “insurensi” yang berarti pertanggungan.
c)       Dalam bahasa Inggris, yaitu “assurance” yang berarti jaminan.
d)      Dari segi bahasa, asuransi menurut Wirjono berarti persetujuan pihak
e)      Dalam Islam Asuransi adalah sebagai suatu permasalahan  yang bersifat kontemporer. Ditemukan tiga istilah yang dipergunakan oleh para ulama, yaitu at-ta’min, at-takaful dan at-tadhamun.
f)       At-ta’min diambil dari kata ”ammana” yang memiliki arti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
g)      Dalam Ensiklopedia Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi (at-ta’min) adalah transaksi perjanjian antara dua pihak.
h)      Menurut Fathurrahman Djamil, asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang tertanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat suatu peristiwa yang belum terang akan terjadi.
i)        Menurut Ahmad Azhar Basyir, asuransi adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian-kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwayang tak tertentu.
j)        Menurut Abdul Mannan, hakikat asuransi terletak pada dihilangkannya risiko kerugian yang tak tentu bagi gabungan sejumlah orang dengan membayar premi kepada suatu perusahaan.

2.       SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH
Munculnya asuransi syariah (takaful) di dunia Islam didasarkan adanya anggapan yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional, banyak mengandung unsur gharar, maisir dan riba dalam operasionalnya.
Unsur gharar dalam asuransi konvensional terletak pada ketidakpastian tentang hak pemegang polisdan sumber dana yang dipakai untuk menutup klaim.
Unsur maisir terletak pada kemungkinan adanya pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain.
Sedangkan unsur riba terletak pada perolehan pendapat dari membungakan uang.
Dalam islam memandang bahwa transaksi dalam asuransi konvensional termasuk transaksi yang diharamkan berdasarkan syara’.
Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang bisa terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam itu.
Berdasarkan hasil analisa terhadap hukum (syari’at) Islam, ternyata dalam Islam pun termuat  substansi perasuransian.
Pada dekade tahun 70-an, di beberapa Negara Islam atau di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi yang prinsip operasionalnya mengacu pada nilai-nilai Islam dan terhidar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979 berdiri asuransi syariah di Sudan dan di Arab Saudi
Pada tahun 1983 berdiri di Genewa, Luxumburg, Bahamas dan di Bahrain
Pada tahun 1984 berdiri di Malaysia
Dan di Indonesia sendiri berdiri pada tahun 1994 bernama PT. Asuransi Takaful

3.       PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan Asuransi Sangatlah mulia karena bertujuan untuk tolong-menolong dalam kebaikan.
Dari permasalahan instrument pendukung inilah para ulama terpola kepada dua kelompok besar.

Kelompok pertama adalah kelompok yang mengharamkan asuransi  syariah karena beberapa hal, diantaranya :
a.       Ibnu Abidin, ulama madzhab Hanafi berpendapat asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim/wajib).
b.      Muhammad Bakhit al-muthi’I (Mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau ta’addi/itlaf, karena al-makful bihi (uang atau barang yang wajib diserahkan) tidak jatuh tempo diakibatkan pelunasan atau benda yang dipertanggungkan dirinya, dan disamping itu al-makful ‘anhu (yang atasnya diserahkan uang/benda tanggungan) wajib menyerahkan bendanya itu sendiri kepada al-makful lahu.
c.       Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.

Kelompok kedua adalah kelompok yang membolehkan keberadaan asuransi , antara lain dikemukakan oleh Syaikh Abdurrahman Isa (Guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, Prof Dr. Muhammad al-Bahi, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk muamalat islam yang baru dalam Islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi ummat selama dilandasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dalam perintah ALLAH SWT untuk saling tolong-menolong dalam bentuk al-birr wat taqwa dan melarang dalam bentuk al-itsm wal ‘udwan. Dalam Islam asuransi harus bertujuan tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan serta menjadikan semua aspek peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain.


4.       MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu mencari ridha ALLAH untuk kebaikan dunia dan akhirat.

Karakteristik asuransi syariah yang pertama mengandung arti bahwa yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional adalah bahwa dalam asuransi syariah terdapat dua konsepsi dasar yang dipakai acuannya diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah.

Karakteristik asuransi syariah yang kedua  adalah adanya tabungan tabarru’ (derma) yaitu tabungan kebaikan yang diinfaqkan peserta untuk membantu peserta lain yang tertimpa musibah.

Adapun karakteristik asuransi syariah yang mencirikan system operasionalnya sebagai berikut:
a.       MenghindarI unsur riba
b.      Menghindari unsur judi
c.       Menghindari unsur penipuan (gharar)

5.       LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Di Indonesia landasan operasional asuransi syariah masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional).
Peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) No. kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

6.       POLIS ASURANSI
Didalam polis memuat
a.       Nomor Polis,
b.      Nama dan alamat tertanggung
c.       Uraian risiko,
d.      Jumlah pertanggungan,
e.      Jangka waktu pertanggungan,
f.        Besar premi dan bea materai,
g.       Bahaya-bahaya yang dijaminkan,
h.      Khusus untuk polis kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polis, nomor rangka (chasis) dan nomor mesin kendaraan.
Adapun fungsi polis bagi tertanggung yaitu:
1)      Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikan penanggung jika peristiwa yang menyebabkan kerugian yang mungkin diderita tertanggung.
2)      Sebagai bukti pembayaran premi kepada penanggung.
3)      Sebagai bukti yang kuat (otentik) untuk menuntut penanggung jika lalai atau tidak memenuhi janjinya

Fungsi polis bagi penanggung yaitu:
1)      Merupakan bukti atau tanda terima premi asuransi dari tertanggung
2)      Merupakan bukti tertulis atas jaminan yang diberikan oleh penangggung kepada tertanggung jika terjadi suatu peristiwa yang merugikan tertanggung
3)      Merupakan bukti yang kuat (otentik) untuk menolak klaim atas tuntutan bila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian yang tidak memenuhi syarat-syarat yang tercantum di dalam polis.

7.       PENGELOLAAN PREMI ASURANSI
Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada penanggung, dimana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggung belum terikat dlaam transaksi untuk membayar ganti rugi jika timbul risiko

Pengelolaan dana dalam asuransi syariah adalah seluruh premi yang dibayar peserta dimasukkan ke dalam rekening “derma:, yaitu rekening yang digunakan untuk membayar klaim kepeda peserta.

Besarnya nominal premi asuransi yang disetor bergantung pada jenis asuransi yang dipilih. Kemudian uang angsuran premi yang disetor aka dimasukkan ke dalam “kumpulan dana peserta” untuk diinvestasikan pada proyek-proyek atau pembiayaan yang sesuai syariah kemudian keuntungan yang diperoleh akan dimasukkan kembali ke dalam “kumpulan dana peserta”. Premi asuransi yang dibayar dimasukkan ke dalam dua rekening, yaitu rekening tabungan dan rekening derma/tabarru’.

8.       PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DENGAN ASURANSI KONVENSIONAL
Ada enam perbedaan mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu :


Syariah
Konvensional
Pada asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dana
Dewan ini tidak ditemukan pada asuransi konvensional
Akad yang dilaksanakan berdasarkan tolong menolong
Berdasarkan jual-beli
Investasi dana berdasarkan bagi hasil (mudharabah)
Menggunakan bunga sebagai landasan perhitungan investasi
Kepemilikan dana ada pada peserta, perusahaan hanya sebagai pemegangn amanah untuk mengelola
Dana yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menentukan alokasi investasi
Dalam hal pembayaran klaim, dana diambil dari rekening tabarru’ (dana kebajikan)seluruh peserta. Maka sejak awal peserta sudah ikhlas dengan adanya penyisihan dana yang akan dipakai untuk tolong-menolong jika terjadi musibah
Pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan
Keuntungan dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan
Seluruh keuntungan menjadi milik perusahaan

Tidak ada komentar: