|
|
SUASANA ruang tunggu Bandara Abdurrahman Saleh, Malang. |
|
|
|
Anda pernah lihat warung kopi (warkop) di pinggir jalan, bangku panjang dari kayu salah satu cirinya. Saat masuk ke Bandara Abdurrahman Saleh Malang pemadangan serupa akan ditemui. Namun jangan salah sangka, deretan bangku panjang itu adalah fasilitas ruang tunggu bagi calon penumpang pesawat.
DUA orang berbadan tegap dengan stelan safari hitam bertugas menyambut siapapun yang masuk ke pintu utama bandara Abdurrahman Saleh. Setelah melintasi metal detector, disebelah kiri pintu masuk, terdapat ruang tunggu bagi penumpang VIP (Very Important Person) yang disediakan oleh Garuda Indonesia.
Meski penumpang kelas eksklusif yang harus merogoh kocek antara Rp 1 juta- Rp 2 juta untuk ke Jakarta, tapi calon penumpang harus rela berdesakan di ruangan dengan kursi yang hanya berjumlah 25 buah.
Sementara untuk ruang tunggu kelas ‘biasa’ kondisinya lebih memprihatinkan. Berada di ruang terbuka, persis di depan deretan kantin-kantin. Kursinya pun hanya terbuat dari kayu berbentuk memanjang berwarna biru. Sementara penutupnya hanya terbuat dari asbes berbahan plastik yang tentu membuat udara makin panas saat matahari terik bersinar.
Selain 2 ruang tunggu itu, masih ada 2 ruang tunggu lainnya. Satu diantaranya berukuran 2x25 meter dan lainnya berukuran besar dengan ratusan kursi dengan 2 layar televisi sebagai pelengkapnya.
Konsep minimalis juga diterapkan untuk loket check in-nya. Satu meja yang dibatasi dengan dinding triplek di ketiga sisinya mirip dengan loket parkir di mal-mal Surabaya. Selain loket tiga maskapai yang punya rute ke Malang, Garuda, Sriwijaya Air dan Batavia Air juga ada satu loket khusus membayar airport tax.
Fuad Rabin, salah seorang petugas dari Garuda Indonesia mengakui bila fasilitas yang ada di bandara memang sangat terbatas.“Kalau ditanya apakah bandara ini layak, tentu saja bisa dikatakan jauh dari kata layak. Untuk ruang tunggu misalnya, idealnya ukurannya 2 kali lipat dari ukuran yang ada saat ini,” urainya sambil membantu petugas check in.
Bahkan menurutnya, bila seluruh 3 operator penerbangan yang ada memiliki jam terbang hampir bebarengan, kondisi dipastikan akan sesak. “Tempat ini jelas tidak mampu menampung,” tandasnya. Hal tersebut sering terjadi saat lebaran atau libur panjang.
Data yang dihimpun Surabaya Post, sejak bandara mulai dioperasikan untuk penerbangan sipil 2005 silam untuk penumpang Garuda Indonesia misalnya, jumlahnya sekitar 320 orang dari rute Jakarta – Malang dan Malang – Jakarta.
Sementara penumpang Sriwijaya Air, bila rutin 3 kali flight tiap harinya untuk rute Malang – Jakarta bisa sebanyak 390 orang. Asumsinya, setiap penerbangan dengan kapasitas 130 penumpang terisi penuh. Sementara untuk Batavia Air yang memiliki sekali penerbangan, memiliki 144 kapasitas keterisian pesawatnya.
Tentu bandara yang sederhana ini berjejal dipenuhi manusia jika seluruhnya memiliki jam terbang yang sama. Beruntung, 3 maskapai yang ada itu memiliki jam terbang yang terpaut beberapa jam. Apalagi hanya terdapat satu pintu masuk dan sebuah pintu keluar.
Hal senada dikatakan Purmono, salah seorang calon penumpang. “Fasilitas yang ada sangat biasa, mungkin terbentur karena dikelola TNI,” katanya.
Menurutnya, fasilitas ruang tunggu yang berada di luar terlalu panas. Sementara yang di dalam juga cukup kecil. Belum lagi tempat check in tiket yang juga sangat sempit ukurannya. “Penjaga pintu masuknya yang berpotongan cepak itu juga pelit senyum,” ujarnya.
Kebersihan di lingkungan bandara juga dikeluhkan. Di beberapa sudut, sampah terlihat menumpuk dan terkesan dibiarkan saja. “Seharusnya dibuat senyaman mungkin, sebagai bagian dari pelayanan kepada masyarakat yang menggunakan jasa penerbangan,” tuturnya.
Meski demikian, jika dibandingkan dengan bandara yang ada di Kalimantan dan daerah terpencil lainnya, bandara Abd Saleh disebut sudah cukup lumayan. “Saya pernah ke luar pulau, menurut saya bandara di Malang ini masih lebih bagus lagi dibanding di daerah terpencil,” paparnya.
Para penumpang, lanjutnya, juga memaklumi karena airport tax-nya juga sangat murah dibanding bandara lain yaitu Rp 6.000. Menurut penelusuran Surabaya Post, airport tax bandara Abd Saleh memang lebih murah dibanding bandara-bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I, seperti Juanda, Surabaya dan Soekarno-Hatta Jakarta yang sebesar Rp 40.000. Sementara bandara Angkasa Pura yang di luar pulau seperti Polonia Medan, Ngurah Rai Bali, Minangkabau Padang,St. Syarif Kasim II Pekanbaru, Supadio Pontianak dan Hang Nadim Batam sekitar Rp 30.000- Rp 35.000.
Tarif air port tax Bandara Abd Saleh juga lebih murah dari bandara yang dikelola Pemda setempat. BandaraHaluoleo di Kendari, Sulawesi Tenggara misalnya ditetapkan Rp 26.000 dan Bandara Adisucipto, Jogjakarta sebesar Rp. 25.000.
Kepala Pusat Penerangan dan Perpustakaan (Kapuspentak) TNI AU bandara Abd Saleh, Mayor Wahyudi tak mengelak bila pelayanannya dikeluhkan penumpang.. “Tapi kami tidak memiliki kewenangan apapun atas penerbangan sipil ini. Seluruhnya menjadi tanggung jawab Dinas Perhubungan Provinsi Jatim,” katanya.
Menurutnya, andaikan jalan tol alternatif Porong – Malang terealisasi, diyakini banyak masyarakat yang lebih memilih berangkat melalui Juanda Surabaya. Bila tol sudah selesai, masyarakat tidak perlu dikawatirkan dengan kemacetan di Porong. Jarak tempuh Malang – Surabaya bisa lebih cepat. Selain itu, lebih banyak pilihan rute penerbangan dan harga tiket juga lebih kompetitif.
“Di Juanda, dengan uang sekitar Rp 400 ribu kita sudah bisa memilih jenis penerbangan tujuan ke Jakarta. Sementara di Malang, minimal Rp 600 ribu,” paparnya.
TNI AU sendiri di bandara Abd Saleh hanya sebatas memberikan hasil pantauan cuaca untuk penerbangan sipil. Seluruh berbagai kegiatan operasional penerbangan dan perawatan bandara, ditanggung oleh pihak Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jatim bersama 3 pemerintah daerah di Malang Raya (Kota Batu, Kabupaten Malang dan Kota Malang) plus sumbangsih dari operator penerbangan.
Secara terpisah, Kholili, koordinator petugas Dishub Provinsi Jatim di bandara Abd Saleh mengakui bila fasilitas di bandara kurang ideal. Untuk ruang tunggu misalnya, idealnya 2 kali lipat dari luasan yang ada saat ini.“Untuk menambah berbagai fasilitas yang ada tentunya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Sementara anggaran yang ada kan cukup terbatas,” katanya.
Apalagi, lanjutnya, dari pendapatan airport tax tiap hari, ditaksir masuk sekitar Rp 3 juta. Pendapatan itu dianggap belum mencukupi bila digunakan untuk menambahi fasilitas yang ada. “Kami hanya mengenakan biaya airport tax sebesar Rp 6 ribu. Kalau mau ditambahi fasilitas, asal air port tax dinaikkan dari yang saat ini, kami siap” urai Kholili.
Ditambahkannya, pihak Pemprov Jatim sendiri saat ini menyiapkan bandara baru. Lokasinya tak jauh dari bandara saat ini. “Kami tidak bisa memastikan, tapi kalau sesuai jadwal Agustus nanti siap dibuka,” pungkasnya yang menolak menjelaskan lebih jauh.
Sumber : Surabayapost.co.id