Surabaya Pertama yang Tenggelam
SURABAYA - Perubahan iklim yang cepat di kutub utara termasuk mencairnya es di Greenland berpotensi meninggikan permukaan air laut di dunia sekitar 1,6 meter. Bahkan di Indonesia kini tiap tahun sudah ada kenaikan air laut sekitar 0,5 -1 centimeter.
Diprediksi, Surabaya menjadi wilayah yang pertamakali tenggelam bila air laut naik 4 meter di 2050 karena merupakan dataran paling rendah di Jatim, yaitu hanya sekitar 2 meter di atas permukaan laut.
“Seluruh kawasan di pantai utara termasuk Surabaya dan Madura rawan. Kalau selatan Jatim masih cukup aman karena ketinggian tanahnya cukup dan berbukit-bukit,” ujar Pakar Geologi dan Mitigasi Bencana dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Amien Widodo saat dihubungi, Selasa (10/5).
Namun menurutnya ancaman yang sudah di depan mata adalah kelangkaan sumber air bersih serta kerusakan infrastruktur.
Amien menjelaskan faktor yang bisa memperparah naiknya permukaan air laut adalah karena eskploitasi air tanah yang berlebihan. Kondisi tersebut dialami oleh Jakarta yang air tanahnya sudah terkuras habis. Akibatnya kehilangan air tanah, struktur tanah menjadi lemah dan berakibat pada turunnya permukaan tanah.
“Kondisinya di Jakarta diperparah dengan pembangunan kawasan pantai yang tidak berorientasi lingkungan serta ambrolnya tanggul,” jelasnya.
Permasalahan yang terjadi di Jakarta tersebut, seharusnya menjadi perhatian untuk wilayah Surabaya yang memiliki kontur dan kondisi geografis hampir sama. Surabaya perlu untuk menjaga eksploitasi air tanah agar tidak berlebihan. Terutama bagi mereka pengusaha hotel, apartemen, dan restoran yang mengambil air tanah dalam jumlah besar.
“Kontrol terhadap pengambilan air tanah perlu dilakukan. Seharusnya itu dilaporkan dan dikontrol dengan baik,” ujarnya.
Upaya lain, adalah dengan menyiapkan tanaman yang mampu bervegetasi dengan air laut. Pohon mangrove, merupakan salah satu cara untuk mencegah tingginya air laut semakin naik. Demikian juga dengan struktur bangunan yang akan digunakan yang dirancang untuk bisa kedap dan tahan dengan air laut.“Itu mungkin akan berbiaya besar, namun kerugian jika tidak dilakukan itu akan lebih besar. Ini perlu jadi perhatian bersama,” katanya.
Dia juga mengatakan, sebenarnya Pulau Madura harus lebih khawatir dibanding Bali. Pasalnya, Bali memiliki Gunung Agung yang tingginya ribuan meter.
Tetapi untuk beberapa pulau di Kepulauan Madura banyak yang memiliki tingkat elevansi di bawah air laut. Akibatnya pulau tersebut bisa tenggelam dan muncul lagi jika keadaan air laut sedang surut.
Menurut penelusuran di Wikipedia, Surabaya berada pada dataran rendah,ketinggian antara 3 - 6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m diatas permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua pecahan Sungai Brantas.
Selain Surabaya, pesisir pantai Utara Jawa Timur yang ketinggiannya hampir sama dengan permukaan laut di antaranya Tuban, Lamongan, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo dan Situbondo.
Sementara, kawasan di Pesisir Utara Jawa Timur yang termasuk mengalami tekanan berat akibat dampak pembangunan adalah kawasan Selat Madura dan pesisir selatan Kabupaten Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Gresik, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan dan Probolinggo.
Sebelumnya, ilmuwan dunia mengatakan meningginya permukaan air laut ini melebihi perhitungan para ilmuwan sebelumnya. Kenaikan ini bisa mengancam pantai Bangladesh hingga Florida, dari Inggris hingga Shanghai. Selain itu, kenaikan ini juga bisa mengancam Jepang.
"Dalam kurun enam tahun terakhir, terjadi periode terhangat di kutub utara," ungkap Arctic Monitoring and Assessment Program (AMAP). “Di masa depan, permukaan air laut diproyeksikan naik dari 0,9 meter hingga 1,6 meter di 2100,” lanjutnya.
Mencairnya es Kutub Utara dan lapisan es Greenland turut andil mempengaruhi kenaikan ini. “Es kutub utara dan Greenland menyumbang 40% kenaikan air laut dengan pergerakan 3 mm/tahun sejak 2003-2008,” paparnya lagi.
Sekadar diketahui, untuk Indonesia Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mengungkapkan, hanya dalam waktu dua tahun dari 2005 hingga 2007, sedikitnya 24 pulau kecil di wilayah Indonesia telah tenggelam. Mayoritas pulau kecil yang tenggelam tersebut akibat abrasi air laut yang diperburuk oleh kegiatan penambangan untuk kepentingan komersial.
Selain itu, tambahnya, bencana tsunami Aceh 2004 juga berdampak menenggelamkan tiga pulau kecil setempat. Sebanyak 24 pulau yang tenggelam itu antara lain tiga pulau di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tiga pulau di Sumut, tiga di Papua, lima di Kepri, dua di Sumbar, satu di Sulsel, dan tujuh di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta.
Sebanyak 13 pulau atau 54,1% di antaranya tenggelam akibat abrasi sementara delapan lainnya karena kegiatan penambangan dan sisanya akibat dampak tsunami Aceh yang terjadi tiga tahun lalu.
Ke 24 pulau yang tenggelam tersebut yakni Sanjai, Karang Linon Besar dan Karang Linon Kecil di NAD, Pulau Pusung, Lawandra, Niankin (SUmut),Pulau Kikis dan Sijaujau (Sumbar).
Di Kepri yakni Pulau Terumbu Daun,Lereh,Tikus,Inggit, dan Begonjai akibat penambangan pasir dan abrasi, sementara di Jakarta yakni Pulau Ubi Besar, Ubi Kecil dan Nirwana karena tambang untuk bandara.
Selain itu juga Pulau Dapur, Payung Kecil,Air Kecil dan Nyamuk Kecil karena abrasi, sedangkan di Sulsel yakni Pulau Laut, sementara tiga pulau di Papua yakni Mioswekel, Urbinasi dan Klakepo.
Panas Ekstrem
Tak hanya kenaikan air laut, anomali cuaca juga menyebabkan suhu ektrem dalam tiga hari terakhir. Bahkan, cuaca di sebagian wilayah di Indonesia seperti Medan mencapai 36,3 derajat Celcius. "Cuaca ekstrem ini disebabkan pergerakan suhu matahari yang berada di belahan bumi utara, sehingga pemanasan sangat efektif,” kata Hartanto, Kasi Data dan Informasi BMKG Polonia Medan.
Menurut Hartanto, kondisi ini diperparah embusan angin pada lapisan atas mempunyai kecenderungan pola menyebar sehingga pembentukan awan menjadi sangat sulit dan sinar matahari langsung memanggang bumi.
Berdasarkan analisa BMKG Polonia Medan, menurutnya cuaca ekstrem akan berlangsung hingga satu pekan mendatang. “Kami perkirakan potensi suhu dengan kisaran diatas 35 akan terjadi satu pekan lagi,” jelasnya.
Ia menambahkan, cuaca panas ini merupakan siklus tahunan. Namun, suhu yang mencapai 36,3 derajat Celcius telah bergeser. "Karena biasanya suhu maksimun berkisar 34,1 hingga 35,8 derajar Celcius,” terangnya.
Sementara United Nations World Meteorological Organization (UNWMO), lembaga khusus PBB yang bertugas untuk memantau cuaca dan iklim melaporkan, pada pekan ini, suhu terpanas di Bumi sempat mencapai 46 derajat Celcius. Adapun suhu terdingin mencapai minus 69,1 derajat.
Sebagai informasi, UNWMO, yang membuat standarisasi untuk pemantauan cuaca dan menyediakan jaringan telekomunikasi global untuk distribusi data, mengumpulkan data lebih dari 10 ribu stasiun pengamat cuaca di seluruh dunia.
Dikutip dari Earth Week, kemarin, temperatur tertinggi pekan ini yang mencapai 114,8 derajat Fahrenheit atau 46 derajat Celcius terjadi di Birni-N’Konni, Nigeria. Adapun suhu terdingin, yakni mencapai minus 92,4 derajat Fahrenheit atau minus 69,1 derajat Celcius, terjadi di Amundsen-Scott, stasiun pemantau di Kutub Selatan.
Meski suhu di kedua tempat tersebut tercatat cukup ekstrem, suhu terpanas dan terdingin tersebut belum memecahkan rekor temperatur tertinggi dan terendah sebelumnya.
Menurut data yang dirilis oleh World Meteorological Organization dan dirangkum oleh Arizona State University, suhu terpanas yang pernah terjadi di Bumi adalah pada 13 September 1922 di El Azizia, Libya. Ketika itu suhu di kawasan yang berada pada ketinggain 112 meter di atas permukaan laut itu tercatat mencapai 136 derajat fahrenheit atau 57,8 derajat celcius.
Suhu terdingin yang pernah melanda kawasan di Bumi sendiri terjadi pada 21 Juli 1983 di kawasan Vostok, Antartika. Suhu kawasan yang berada di ketinggian 3420 meter di atas permukaan laut itu sempat mencapai minus 128,5 derajat Fahrenheit atau minus 89,2 derajat Celcius.
Sumber : www.surabayapost.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar